Beranda | Artikel
Bab Minyak Wangi dan Siwak pada Hari Jumat
Senin, 21 Oktober 2024

Bab Minyak Wangi dan Siwak pada Hari Jumat merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 17 Rabiul Akhir 1446 H / 20 Oktober 2024 M.

Kajian Tentang Minyak Wangi dan Siwak pada Hari Jumat

غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ وَسِوَاكٌ وَيَمَسُّ مِنْ الطِّيبِ مَا قَدَرَ عَلَيْهِ

“Mandi pada hari Jumat wajib bagi setiap orang yang sudah baligh, dan bersiwak, dan memakai minyak wangi yang ia mampu untuknya.” (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan adanya perintah untuk mandi pada hari Jumat bagi mereka yang sudah baligh, yaitu bagi mereka yang wajib menunaikan shalat Jumat. Adapun yang tidak wajib shalat Jumat, maka tidak ada kewajiban untuk mandi Jumat.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mandi Jumat. Apakah hukumnya wajib atau sunnah muakkadah?

Dari sini kita bisa mengambil faedah, yaitu anjuran untuk bersiwak ketika hendak pergi ke masjid. Anjuran ini bukan hanya untuk hari Jumat, tetapi juga setiap kali seseorang hendak pergi ke masjid, atau bahkan setiap kali berwudhu atau shalat.

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتهمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلَاةٍ

“Kalau bukan karena aku khawatir memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali shalat (dalam riwayat lain: dalam setiap wudhu).” (Muttafaqun ‘alaihi)

Hadits ini menunjukkan bahwa bersiwak merupakan sunnah muakkadah, sunnah yang sangat ditekankan.

Lihat juga: Keutamaan Kayu Siwak Untuk Membersihkan Mulut

Hadits ini juga menunjukkan anjuran untuk memakai minyak wangi ketika hendak pergi shalat Jumat. Bahkan, dianjurkan pula memakai minyak wangi ketika hendak pergi ke masjid, bukan hanya pada hari Jumat. Tujuan dari penggunaan minyak wangi ini adalah agar tidak mengganggu orang lain dengan bau baju atau keringat kita. Hal ini tidak terbatas pada hari Jumat, tetapi juga dianjurkan setiap kali melaksanakan shalat berjamaah.

Bab Keutamaan Tahjir

Tahjir adalah bersegera pergi ke masjid untuk melaksanakan Jumatan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ فَإِذَا جَلَسَ الْإِمَامُ طَوَوْا الصُّحُفَ وَجَاءُوا يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِي يُهْدِي الْبَدَنَةَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي بَقَرَةً ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْكَبْشَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الدَّجَاجَةَ ثُمَّ كَالَّذِي يُهْدِي الْبَيْضَةَ.

“Apabila tiba hari Jumat, di setiap pintu masjid ada malaikat yang mencatat siapa yang datang pertama kali, kemudian yang datang setelahnya. Ketika imam telah duduk di atas mimbar, mereka menutup catatan mereka dan ikut mendengarkan khutbah. Perumpamaan orang yang bergegas (datang lebih awal) seperti orang yang berkurban dengan unta, kemudian seperti orang yang berkurban dengan sapi, kemudian seperti orang yang berkurban dengan kambing, kemudian seperti orang yang berkurban dengan ayam, dan kemudian seperti orang yang berkurban dengan telur.” (HR. Muslim)

Hadits ini memberikan beberapa faedah, salah satunya adalah tugas malaikat. Di antara malaikat, ada yang Allah tugaskan untuk menulis orang-orang yang datang ke masjid pada hari Jumat. Di setiap pintu masjid, ada malaikat yang mencatat orang-orang yang pertama kali tiba di masjid. Malaikat adalah makhluk ghaib yang tidak bisa kita lihat.

Lihat juga: Khutbah Jumat: Malaikat

Faedah kedua dari hadits ini adalah menunjukkan keutamaan bersegera ke masjid pada hari Jumat, agar kita mendapatkan pahala yang besar. Hadits ini juga dijadikan dalil oleh jumhur ulama bahwa berkurban dengan unta lebih utama.

Terdapat ikhtilaf (perbedaan pendapat) di kalangan ulama mengenai mana yang lebih utama antara berkurban dengan kambing atau unta. Jumhur ulama mengatakan bahwa berkurban dengan unta lebih utama, dan dalilnya adalah hadits ini. Sedangkan sebagian ulama mengatakan berkurban dengan kambing lebih utama. Mereka berdalil bahwa ketika Nabi Ismail hendak disembelih, Allah menggantikannya dengan kambing, bukan unta.

وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ

“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 107)

Mereka juga berpendapat bahwa kebanyakan hewan kurban Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah kambing, sehingga menunjukkan keutamaan kambing. Namun, pendapat jumhur ulama lebih kuat berdasarkan hadits ini, di mana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang berangkat di saat pertama, seakan-akan ia berkurban dengan unta…”

Hadits ini secara tegas menunjukkan bahwa berkurban dengan unta lebih utama daripada dengan kambing.

Bab Shalat Jumat Saat Matahari Telah Tergelincir

Dari Salamah bin Al-Akwa’ Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

 عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ ﵁ قَالَ كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ.

“Kami dahulu shalat Jumat bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila matahari telah tergelincir, kemudian kami pulang dalam keadaan mencari-cari bayangan.” (HR. Muslim)

Hadits ini merupakan dalil bahwa waktu pelaksanaan shalat Jumat sama dengan waktu shalat Dzuhur, yaitu setelah matahari tergelincir. Memang terdapat ikhtilaf di kalangan ulama dalam masalah ini. Jumhur ulama berpendapat bahwa waktu shalat Jumat sama dengan waktu Dzuhur, yaitu saat matahari telah tergelincir.

Namun, Imam Ahmad dalam sebuah riwayat menyatakan bahwa waktu Jumat dimulai sebelum zawal (matahari tergelincir). Meski demikian, pendapat jumhur yang paling kuat karena dalil-dalil yang mengatakan bahwa waktu shalat Jumat sebelum zawal tidak tegas (tidak sarih). Sedangkan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa waktu Jumat setelah zawal adalah dalil-dalil yang tegas dan lebih jelas. Dalam hal ini, dalil yang tegas lebih diutamakan daripada dalil yang tidak tegas.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang disyariatkan dalam shalat Jumat adalah menyegerakan pelaksanaannya, bukan mengakhirkan. Berbeda dengan shalat Dzuhur pada hari yang sangat panas, di mana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terkadang mengakhirkan waktu shalat Dzuhur hingga cuaca agak dingin. Namun, dalam shalat Jumat, tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengakhirkan waktu shalat Jumat hingga cuaca lebih sejuk.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa pelaksanaan shalat Jumat tidak memakan waktu lama. Sebagaimana disebutkan, para sahabat pulang dalam keadaan mencari-cari bayangan. Hal ini menunjukkan bahwa bayangan yang ada masih sedikit, sehingga mereka sulit berteduh. Ini menegaskan bahwa waktu pelaksanaan shalat Jumat berlangsung singkat.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54595-bab-minyak-wangi-dan-siwak-pada-hari-jumat/